Bangun Rumah Kena Pajak Tahun 2025

Aturan pajak bangun rumah sendiri

Kenaikan tarif PPN tahun 2025 akan diikuti oleh kenaikan aturan bahwa bangun rumah sendiri kena pajak progresif. Sebab dalam PMK dijelaskan bahwa PPN juga dikenakan atas kegiatan membangun sendiri.

Adapun pajak bangun rumah sendiri merupakan hasil perkalian 20% dengan tarif pajak PPN. Sehingga kegiatan bangun rumah sendiri kena pajak 2,4%. Sebelumnya pajak bangun rumah sendiri sebesar 2,2%.

Bangun rumah sendiri yang kena pajak ini termasuk bagi orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri. Baik untuk bangunan baru maupun perluasan bangunan lama.

Baca Juga: Hati-Hati, Berikut ini Jenis Penipuan di Sektor Kripto

Data Anda telah terkirim!

Terima kasih, tim kami akan segera menghubungi Anda. Jika ingin berdiskusi langsung dengan tim kami, silahkan chat kami via Whatsapp

Pemerintah akan menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) mulai 1 Januari 2025. Hal ini sebagaimana yang ditetapkan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Merujuk Pasal 7 Ayat (1) UU HPP, disebutkan bahwa tarif PPN sebesar 11 persen mulanya berlaku pada 1 April 2022. Kemudian, tarif PPN akan naik menjadi 12 persen yang mulai berlaku paling lambat pada 1 Januari 2025.

Atas kebijakan tersebut, salah satu pajak yang akan naik adalah PPN atas kegiatan membangun rumah sendiri. Jika besaran PPN tahun depan 12%, maka tarif pajak bangun rumah sendiri naik menjadi 2,4%.

Berdasarkan pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 61/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai Atas Kegiatan Membangun Sendiri, berikut ini ketentuan PPN membangun rumah sendiri:

(1)Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas kegiatan membangun sendiri.

(2)Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

(3)Kegiatan membangun sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kegiatan membangun bangunan, baik bangunan baru maupun perluasan bangunan lama, yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya sendiri digunakan sendiri atau digunakan pihak lain.

(4) Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa 1 (satu) atau lebih konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada satu kesatuan tanah dan/atau perairan dengan kriteria:

(5) Kegiatan membangun sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan secara:

Nama Penulis: Sabina Ramdani

https://www.kompas.com/

https://www.detik.com/

https://www.liputan6.com/

https://www.cnbcindonesia.com/

Bisnis.com, JAKARTA —

Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo, memberikan penjelasan terkait polemik mengenai kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas kegiatan pembangunan atau renovasi rumah pribadi yang dikabarkan naik menjadi 2,4% pada tahun 2025. Prastowo menjelaskan bahwa pajak ini bukan merupakan kebijakan baru, melainkan sudah berlaku sejak 1995.

"PPN atas kegiatan membangun sendiri (KMS) sudah ada sejak 1995, diatur dalam UU No. 11/1994. Jadi, ini bukan pajak baru, umurnya sudah 30 tahun," jelas Prastowo melalui akun media sosial X-nya, @prastow, Sabtu (14/9/2024).

Menurutnya, penerapan PPN ini bertujuan menciptakan keadilan di sektor perpajakan. Pemerintah ingin agar tidak hanya pembangunan rumah oleh kontraktor yang dikenai PPN, tetapi juga kegiatan pembangunan rumah secara mandiri.

Lebih lanjut, Prastowo menjelaskan bahwa tidak semua kegiatan membangun sendiri dikenai PPN. Ada kriteria khusus, yaitu luas bangunan minimal 200 meter persegi. "Bangunan yang lebih kecil dari 200 meter persegi akan bebas dari PPN," tambahnya.

Adapun terkait tarif pajak, Prastowo menyebut bahwa PPN untuk kegiatan membangun sendiri hanya dikenai 2,2% saat ini, jauh lebih rendah dari tarif PPN normal yang 11%. "Tarif PPN KMS hanya 2,2% karena dasar pengenaannya hanya 20% dari total pengeluaran. Jika tahun 2025 tarif PPN naik menjadi 12%, maka tarif PPN KMS menjadi 2,4%," jelasnya.

Klarifikasi ini disampaikan menyusul ramainya perbincangan di media sosial mengenai kenaikan tarif PPN untuk pembangunan atau renovasi rumah pribadi pada tahun depan. Kenaikan ini seiring dengan peningkatan tarif PPN yang akan naik dari 11% menjadi 12% mulai 1 Januari 2025, seperti diatur dalam Pasal 7 ayat (1) UU No. 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

PPN untuk kegiatan membangun sendiri diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 61/PMK.03/2022. Pasal 2 ayat (3) PMK tersebut menyebutkan bahwa segala kegiatan membangun bangunan, baik bangunan baru maupun perluasan bangunan lama yang dilakukan secara mandiri, akan dikenai PPN. Dalam hal ini, pembangunan atau renovasi rumah pribadi juga dikenai pajak sebesar 20% dari tarif PPN.

Jika PPN naik menjadi 12% tahun depan, maka tarif untuk kegiatan membangun rumah sendiri akan menjadi 2,4%, naik 0,2% dari tarif saat ini yang sebesar 2,2%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Kriteria bangun rumah sendiri yang kena pajak

Dalam PMK dijelaskan kriteria kegiatan dalam membangun rumah. Adapun bangunan yang dimaksud kena pajak adalah  berupa satu atau lebih kosntruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada satu kesatuan tanah dan/atau perairan. Kriterianya:

Baca Juga: Pakar Hukum Persaingan Usaha Sebut RPM Merupakan Praktek Biasa

Selain itu, kegiatan membangun sendiri yang dimaksud dalam aturan tersebut adalah:

Demikian aturan bangun rumah kena pajak jadi 2,4 persen di tahun 2025. Semoga informasi ini bermanfaat ya Moms!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sebelumnya, Direktur Eksekutif INDEF Esther Sri Astuti mengatakan, kebijakan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dinaikkan menjadi 12 persen pada 2025 akan mengakibatkan kontraksi terhadap perekonomian Indonesia.

"Kami coba menghitung jika skenario kenaikan tarif itu PPN 12,5 persen, maka yang terjadi adalah ternyata kenaikan tarif ini membuat perekonomian terkontraksi," kata Esther Diskusi Publik online bertajuk “Moneter dan Fiskal Ketat, Daya Beli Melarat”, Kamis (12/9/2024).

Menurut Esther, kenaikan tarif PPN tersebut diproyeksikan berdampak negatif terhadap ekonomi baik pertumbuhan ekonomi, inflasi, upah riil, ekspor, dan impor, serta konsumsi masyarakat juga akan menurun.

"Artinya upah nominal itu juga akan turun, artinya income riil-nya juga turun, kemudian dari inflasi IHK juga akan terkontraksi menjadi minus, kemudian PDB juga atau pertumbuhan ekonomi juga akan turun, konsumsi masyarakat juga akan turun, ekspor dan impor pun juga akan turun," ujar dia.

Adapun berdasarkan perhitungan INDEF, jika skenario kenaikan tarif PPN sebesar 12,5 persen, upah nominal minus 5,86 persen, IHK minus 0,84 persen, pertumbuhan GDP minus 0,11 persen, konsumsi masyarakat anjlok 3,32 persen, ekspor akan minus 0,14 persen, dan impor juga diproyeksikan minus 7,02 persen.

"Nah, ini sekali lagi ini angka skenario jika tarif PPN itu dinaikkan menjadi 12,5 persen. Tetapi pada saat pemerintahan Presiden terpilih Prabowo nanti, Januari 2025 kan tarif PPN rencananya akan dinaikkan 12 persen, jadi kurang lebih ya angkanya akan sekitar ini ya," tutur dia.

Esther menegaskan kembali, jika skenario tarif PPN ini tetap dilaksanakan, pendapatan masyarakat itu akan menurun. Dampaknya tidak hanya dirasakan oleh masyarakat perkotaan melainkan juga masyarakat pedesaan.

"Sehingga ini tidak hanya terjadi pada masyarakat perkotaan, tetapi juga masyarakat pedesaan. Nah ini sekali lagi ini hitungan indef 2021 jika skenario kenaikan tarif PPN itu menjadi 12,5 persen," pungkasnya.

Penulis: Diana Nofalia, S.P | Aktivis Muslimah

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA–Jepitan tarif pajak belum berakhir. Setiap jengkal kehidupan rakyat seperti tak luput dari jeratan tarif pajak, walaupun rakyat menjerit dit tengah-ekonomi yang semakin menghimpit. Negeri yang kaya dengan sumberdaya alam tapi pendapatannya diambil dari keringat dan tetesan darah rakyatnya. Ironis bukan?

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan alias Undang-Undang (UU) HPP tak hanya mengatur kenaikan Pajak Pertambahan Nilai menjadi 12 persen pada 2025. Beleid ini juga mengatur kenaikan tarif PPN atas kegiatan membangun rumah sendiri (KMS) dari yang sebelumnya 2,2 persen menjadi 2,4 persen per 1 Januari 2025.

Membangun rumah sendiri adalah kegiatan mendirikan bagunan yang dilakukan oleh orang pribadi dan bangunan tersebut digunakan sendiri atau oleh pihak lain. Artinya, bangunan yang didirikan tidak digunakan untuk kegiatan usaha atau pekerjaan apapun.

Tarif PPN membangun rumah sendiri diatur secara rinci dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 61/PMK.03/2022 tentang PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri.

“Besaran tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan hasil perkalian 20% (dua puluh persen) dengan tarif Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dikalikan dengan dasar pengenaan pajak,” demikian tertulis di Pasal 3 ayat (2) PMK Nomor 61 Tahun 2022 tersebut, sebagaimana dikutip Tirto Jumat (13/9/2024).

Artinya, dengan tarif PPN 11% yang saat ini berlaku, maka saat wajib pajak (WP) membangun rumah sendiri akan dikenakan PPN sebesar 2,2 persen (20 persen x tarif PPN 11 persen).

Dengan demikian, seperti ditulis tirto.id, jika per Januari nanti pemerintah mengerek PPN menjadi 12 persen, PPN atas KMS akan menjadi 2,4 persen (20 persen x tarif PPN 12 persen).

Tidak semua rumah yang dibangun atau direnovasi sendiri akan dikenakan tarif PPN 2,4 persen. Pada Pasal 2 ayat (4) dijelaskan, rumah yang dikenai PPN adalah bangunan yang berdiri di atas bidang tanah dan/atau perairan dengan konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata atau bahan sejenis, dan/ atau baja.

Selain itu, bangunan diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha. Luas bangunan yang dibangun paling sedikit 200m2 (dua ratus meter persegi).

Akan tetapi, dengan naiknya tarif pajak dan bertambah banyak jenisnya tentu akan semakin mencekik rakyat.

Penerapan sistem ekonomi kapitalisme membuat rakyat susah memiliki rumah. Pekerjaan yang tersedia tidak memungkinkan rakyat bisa membangun rumah yang memadai. Sementara rakyat yang bisa membangun rumah yang memadai atau layak, dikenai pajak yang makin tinggi.

Tampak tidak ada upaya negara  meringankan beban rakyat, apalagi dengan adanya penetapan pajak rumah. Besaran pajak rumah berupa nilai tertentu sebesar jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau dibayarkan untuk membangun dalam setiap masa pajak sampai dengan bangunan selesai, tidak termasuk biaya perolehan tanah sesuai dengan ketetapan negara. Nyatalah negara lepas tanggung jawab dalam menjamin kebutuhan papan/perumahan masyarakat.

Sistem ekonomi kapitalisme sangat lemah karena menjadikan pajak sebagai pemasukan utama. Sistem ini jelas membebani rakyat. Rakyat diwajibkan bayar pajak, tapi di sisi lain negara abai terhadap kehidupan rakyat yang serba sulit. Lapangan kerja yang minim dan biaya kebutuhan pokok yang makin meningkat drastis.

Berbeda jauh dengan sistem Islam. Islam memiliki aturan yang kompleks dan berkeadilan, termasuk aturan mengenai pajak. Ada empat ketentuan tentang pajak dalam sistem Islam yaitu:

Pertama, pajak bersifat temporer. Tidak bersifat kontinu dan hanya boleh dipungut ketika di Baitul Mal tidak ada harta atau kurang.

Kedua, pajak hanya dipungut untuk pembiayaan yang merupakan kewajiban bagi kaum Muslim dan sebatas jumlah yang diperlukan untuk pembiayaan wajib tersebut, tidak boleh lebih. Pembiayaan itu adalah pembiayaan jihad dan berkaitan dengannya, pembiayaan dan pengembangan industri militer ataupun industri pendukungnya, pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan pokok fakir miskin dan Ibnu Sabil, pembiayaan untuk gaji pegawai negara (tentara, hakim, guru, dan lain sebagainya), pembiayaan atas kemaslahatan atau fasilitas umum yang jika tidak diadakan akan menyebabkan bahaya bagi umat, pembiayaan untuk penanggulangan bencana dan kejadian yang menimpa umat.

Ketiga, pajak hanya diambil dari kaum Muslim dan tidak dipungut dari non-Muslim. Sebab, pajak dipungut untuk membiayai keperluan yang menjadi kewajiban kaum Muslim, yang tidak menjadi kewajiban non-Muslim.

Keempat, pajak hanya dipungut dari kaum Muslim yang kaya, tidak dipungut dari selainnya. Orang kaya adalah orang yang memiliki kelebihan harta dari pembiayaan kebutuhan pokok dan kebutuhan lain bagi diri dan keluarganya menurut kelayakan masyarakat sekitar.

Kelima, pajak hanya dipungut sesuai dengan jumlah pembiayaan yang diperlukan, tidak boleh lebih.

Ketentuan pajak sesuai dengan aturan Islam seperti inilah yang tentunya dapat memberikan ketenangan bagi masyarakat ekonomi lemah. Betapa banyak masyarakat yang kepayahan dengan aturan pajak yang makin hari makin naik.

Pajak antara si miskin dan yang kaya bisa dikatakan tidak ada bedanya. Di sisi lain, dalam sistem kapitalis pajak dipungut secara terus menerus seakan rakyat tak punya ruang untuk bernafas dari rentetan jenis pajak yang menghimpit mereka.

Penerapan sistem ekonomi Islam menjamin kesejahteraan. Negara  menyediakan pekerjaan dengan gaji yang layak. Negara juga menjamin kebutuhan papan/perumahan masyarakat antara lain melalui kemudahan atas akses pekerjaan dan adanya hukum-hukum terkait tanah seperti larangan penelantaran tanah, dan lain sebagainya.

Sementara itu, negara memiliki sumber pendapatan yang berasal dari kepemilikan umum, sehingga tidak butuh pajak. Apalagi Islam anti membebani rakyatnya dengan pajak kecuali pada kondisi tertentu dan terbatas pada rakyat yang kaya.

Dengan demikian, hanya aturan Islamlah yang bisa memberi keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat. Bukan aturan kapitalisme buatan manusia yang berpijak pada kepentingan individu ataupun kelompok.

Aturan ini jika diterapkan – bukan hanya kaum Muslimin yang diuntungkan, bahkan non-Muslimpun akan diuntungkan. Di sinilah konsep aturan Islam sebagai rahmatan lil a’lamin akan tercipta. Wallahu a’lam.[]

Bunda sedang berencana untuk membangun atau merenovasi rumah? Sudah tahu belum nih, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) membangun rumah sendiri atau tanpa kontraktor bakal naik di tahun depan lho.

Dalam membangun rumah, tentu tidak hanya dana segar atau desain rumah yang harus dipersiapkan. Ada banyak hal yang perlu dipelajari sebelum membangun rumah.

Apalagi jika membangun rumah sendiri tanpa bantuan kontraktor atau pihak developer. Pastikan untuk mengurus PPN yang sesuai dengan harga nilai tanah dan rumah yang kita miliki ya.

Di tahun 2025, rencananya PPN akan dinaikkan dari 2,2 persen menjadi 2,4 persen. Kenaikan PPN membangun rumah sendiri ini berjalan sesuai dengan rencana kenaikan PPN secara umum, dari 11 persen menjadi 12 persen, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

"Tarif PPN sebesar 12 persen yang mulai berlaku paling lambat pada 1 Januari 2025," tulis Pasal 7 UU HPP dikutip dari CNN Indonesia, Sabtu (14/9/2024).

Kegiatan membangun rumah seperti apa yang masuk dalam peraturan di atas? Dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 61 Tahun 2022 tentang PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri, kegiatan membangun rumah seperti perluasan bangunan lama, dan bukan hanya yang baru ya.

Namun, tidak semua dikenakan kenaikan PPN, Bunda. Hanya yang memenuhi syarat berikut saja:

Jadi, bagi Bunda dan keluarga yang ingin membangun sendiri tapi luasnya di bawa 200 meter persegi, tak perlu khawatir ya karena tak akan dikenakan PPN.

BACA KELANJUTANNYA KLIK DI SINI.

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

JAKARTA – Pemerintah akan membebankan pajak 2,4% bagi masyarakat yang membangun rumah sendiri. Rencananya pengenaan pajak ini akan berlaku pada 2025 mendatang. Ternyata, bukan hanya bangun rumah, renovasi juga bakal dibebankan pajak serupa.

Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 61/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai Atas Kegiatan Membangun Sendiri (PPN KMS).

Dikutip Berauterkini.co.id dari detikcom, pada Pasal 2 ayat (3) PMK menyebutkan bahwa kegiatan membangun sendiri adalah kegiatan membangun bangunan, baik bangunan baru maupun perluasan bangunan lama atau renovasi. Bangunan tersebut dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan untuk sendiri atau digunakan pihak lain.

Kemudian, dalam Pasal 3 Ayat 2 PMK disebutkan juga pembangunan rumah atau renovasi rumah akan dikenakan pajak 20% dari tarif PPN sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dikalikan dengan dasar pengenaan pajak.

PPN atau PPN DTP sendiri adalah kebijakan pemerintah untuk membantu masyarakat membeli rumah tapak dan rumah susun. Besaran PPN DTP yang diberikan pemerintah terhadap pembelian rumah pada 2024 sebesar 11%. Rencananya pada 2025 mendatang akan naik sebesar 12%.

Kenaikan PPN DTP ini juga akan mempengaruhi besaran pajak pembangunan rumah atau renovasi dari yang sebelumnya 2,2% tanpa PPN DTP, menjadi 2,4% apabila mendapatkan PPN DTP pada 2025.

Hal ini dikonfirmasi oleh Staf Khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo yang menyebutkan bahwa tarif PPN dapat berpengaruh pada nilai pengenaan pajak pembangunan rumah sendiri.

“Jika tarif PPN normal 11%, maka tarif PPN KMS hanya 2,2%. Ini karena dasar pengenaannya hanya 20% dari total pengeluaran. Jika tahun 2025 tarif PPN jadi naik, berarti tarif menjadi 2,4%,” jelas Prastowo dalam cuitan X-nya, Selasa (17/9/2024), dikutip Berauterkini dari detik.com

Namun, semua aturan ini hanya berlaku bagi rumah yang luas pembangunannya lebih dari 200 meter persegi yang dibangun dalam kurun waktu 2 tahun baik yang diselesaikan sekaligus maupun dibangun secara bertahap.

“Kriterianya luas bangunan 200 m2 atau lebih. Di bawah itu tidak kena PPN,” sebutnya. (*)

Mulai Tahun 2025 Bangun Rumah Sendiri Kena Pajak 2,4 Persen? Begini Penjelasannya!

Reporter: Muhammad Zibi Alifiqri, S. Pd|

Editor: Tim Redaksi|

Para kuli bangunan saat sedang membangun rumah seseorang-Jasa Bangun Rumah-Pinterest

PONTIANAKINFO.DISWAY.ID - Pajak Pertambahan Nilai (PPN) membangun rumah sendiri atau tanpa kontraktor akan naik, yang awalnya sebesar 2,2 persen menjadi 2,4 persen mulai tahun depan.

Kenaikan PPN membangun rumah sendiri ini sejalan dengan rencana kenaikan PPN secara umum dari 11 persen menjadi 12 persen mulai 2025 sejalan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

"Tarif PPN sebesar 12 persen yang mulai berlaku paling lambat pada 1 Januari 2025,"

Adapun tarif PPN membangun rumah sendiri saat ini terdapat dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 61 Tahun 2022 tentang PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri.

BACA JUGA:Panduan Sistem Pajak Terbaru Indonesia: NIK, NPWP 16-Digit dan NITKU Dijelaskan

Besaran tarif pajak apabila membangun rumah sendiri ditetapkan sebesar 20 persen dari PPN secara umum. Artinya, apabila PPN naik menjadi 12 persen di 2025, maka tarif pajak membangun rumah sendiri jadi 2,4 persen.

"Besaran tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan hasil perkalian 20 persen dengan tarif Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dikalikan dengan dasar pengenaan pajak," tulis beleid tersebut.

Kegiatan membangun yang dimaksud dalam aturan ini, termasuk perluasan bangunan lama, bukan hanya yang baru. Namun, tidak semua dikenakan PPN, hanya yang memenuhi syarat saja, yaitu :

BACA JUGA:Transaksi Kripto Meningkat Pesat, Penerimaan Pajak Indonesia Meroket

- Konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata atau bahan sejenis, dan/atau baja;

- Diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha;

- Luas bangunan yang dibangun paling sedikit 200 meter persegi.

Sumber: cnn indonesia

MOMSMONEY.ID - Siap-siap pajak bangun rumah sendiri akan mengalami kenaikan di tahun 2025 lo! Aturan ini tertulis pada Peraturan Menteri Keuangan No 61/PMK03/2022.

Kenaikan pajak bangun rumah sendiri ini sejalan dengan aturan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) mulai 1 Januari 2025. Tarif PPN di tahun 2025 naik menjadi 12%, dari sebelumnya sebesar 11%.

Baca Juga: Marks and Spencer Hadirkan Koleksi Autumn Winter